Karbon

Koalisi Kementerian Didorong Perkuat Skema Perdagangan Karbon ASEAN

Koalisi Kementerian Didorong Perkuat Skema Perdagangan Karbon ASEAN
Koalisi Kementerian Didorong Perkuat Skema Perdagangan Karbon ASEAN

JAKARTA - Upaya penguatan mekanisme perdagangan karbon kembali menjadi sorotan ketika Indonesia menggarisbawahi pentingnya sinergi lintas kementerian serta kolaborasi negara-negara ASEAN.

Alih-alih hanya berfokus pada diskusi teknis terkait pasar karbon, pemerintah menempatkan kerja sama regional sebagai pondasi utama untuk mempercepat implementasi skema compliance perdagangan karbon yang lebih komprehensif. Dari sudut pandang ini, gagasan membangun koalisi tidak hanya mencerminkan strategi nasional, tetapi juga menunjukkan langkah Indonesia untuk memimpin arah kebijakan lingkungan hidup di kawasan.

Dalam konteks tersebut, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengajak seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk menguatkan posisi bersama dalam menghadapi dinamika perdagangan karbon global. 

Pendekatan kolaboratif ini juga menjadi pesan yang ditegaskan kembali dalam forum tinggi di sela pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, Brasil. Ajakan itu menyasar tidak hanya kementerian dalam negeri, tetapi juga kementerian lingkungan hidup se-ASEAN.

"Mengajak seluruh kementerian lingkungan hidup di ASEAN untuk bersama-sama membangun koalisi terhadap rumah iklim terutama terkait dengan skema compliance (terkait dengan perdagangan karbon)," kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq dalam sesi tingkat menteri bertema "Accelerating Substansial Actions of Net Zero Achievement Through Enhanced Cooperation in ASEAN".

Penguatan Skema Penetapan Harga Karbon

Dari perspektif kebijakan nasional, Indonesia terus berupaya memperkuat peluang penetapan harga karbon sebagai bagian dari strategi menuju penurunan emisi gas rumah kaca. Dengan semakin berkembangnya pasar karbon global, pemerintah menilai perlunya penguatan instrumen nilai ekonomi karbon agar sejalan dengan target mitigasi perubahan iklim.

Salah satu langkah penting yang diambil adalah membangun kolaborasi dengan berbagai skema kredit independen. Pemerintah melakukannya melalui Perjanjian Pengakuan Bersama atau Mutual Recognition Agreement (MRA). Pendekatan ini memungkinkan Indonesia meningkatkan kredibilitas dan keterhubungan pasar karbon nasional dengan pasar internasional, terutama dalam menghadapi mekanisme perdagangan karbon yang menuntut penilaian dan verifikasi yang transparan.

Kemajuan Pengembangan Pasar Karbon Indonesia

Dalam sesi di COP30, Menteri Hanif Faisol Nurofiq juga memaparkan berbagai capaian yang telah diraih Indonesia dalam mengembangkan pasar karbon. Beberapa di antaranya meliputi peluncuran IDX Carbon Exchange yang menjadi tonggak penting bagi perdagangan karbon domestik. Bursa karbon tersebut membantu membuka peluang transaksi yang lebih terstruktur, sekaligus memperkuat ekosistem pendukung yang dibutuhkan untuk memastikan pasar berjalan transparan dan akuntabel.

Selain itu, ia menjelaskan penerapan mekanisme Artikel 6 dalam Kesepakatan Paris yang memberikan dasar hukum bagi kerja sama internasional dalam pengurangan emisi. Dengan mekanisme ini, Indonesia berharap dapat meningkatkan nilai ekonomi dari proyek-proyek pengurangan emisi sekaligus mendorong investor untuk berpartisipasi lebih aktif.

Momen penting lainnya adalah penyelenggaraan sesi Seller Meets Buyer (SMB) di Paviliun Indonesia selama COP30 berlangsung. Ajang tersebut menjadi ruang pertemuan strategis antara pemilik proyek dan calon pembeli kredit karbon. Pemerintah melihat sesi SMB sebagai salah satu sarana efektif memperkenalkan kualitas proyek-proyek berbasis emisi rendah yang berasal dari berbagai sektor di Indonesia.

Proyeksi Nilai Transaksi Perdagangan Karbon

Seiring meningkatnya aktivitas pasar karbon global dan regional, pemerintah menetapkan target ambisius terhadap nilai transaksi yang ingin dicapai. Pemerintah Indonesia menargetkan transaksi senilai Rp16 triliun dari perdagangan karbon dengan mutu tinggi di semua sektor selama berlangsungnya COP30. Target ini bukan sekadar proyeksi ekonomi, tetapi juga wujud komitmen untuk mempercepat pengurangan emisi melalui instrumen pasar.

Penetapan target tersebut memperlihatkan bagaimana nilai ekonomi karbon dapat menjadi sumber pertumbuhan baru, sekaligus memperkuat daya saing Indonesia dalam sektor lingkungan. Dengan kualitas kredit karbon yang didorong tetap tinggi, pemerintah berharap transaksi tersebut mencerminkan kepercayaan global terhadap proyek-proyek pengurangan emisi Indonesia.

Kontribusi Terhadap Penurunan Emisi dan Ekonomi Hijau

Dalam jangka panjang, seluruh langkah yang dilakukan Indonesia mengacu pada payung hukum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional. Regulasi ini menjadi dasar bagi implementasi instrumen perdagangan karbon yang lebih terarah, terukur, dan konsisten dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Target nilai ekonomi dari perdagangan karbon dipandang penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mempercepat penurunan gas emisi rumah kaca. Pemerintah meyakini bahwa instrumen ekonomi, jika didukung oleh kerangka kebijakan yang kuat, dapat menjadi solusi efektif dalam mencapai tujuan net zero emissions. 

Dengan kolaborasi yang diperluas hingga ke tingkat regional, Indonesia berharap mampu menghasilkan dampak yang lebih besar dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index