Batu Bara

Bahlil Pertimbangkan Tambah Kuota DMO Batu Bara untuk Perkuat Energi Nasional

Bahlil Pertimbangkan Tambah Kuota DMO Batu Bara untuk Perkuat Energi Nasional
Bahlil Pertimbangkan Tambah Kuota DMO Batu Bara untuk Perkuat Energi Nasional

JAKARTA - Pemerintah tengah menimbang langkah strategis untuk memperkuat pasokan energi dalam negeri melalui kebijakan baru di sektor batu bara.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan adanya rencana untuk menaikkan porsi kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang saat ini ditetapkan sebesar 25 persen dari total produksi nasional.

Pertimbangan tersebut muncul setelah adanya laporan mengenai sejumlah perusahaan tambang batu bara yang tidak mematuhi ketentuan DMO 25 persen. Dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Bahlil menegaskan bahwa langkah revisi terhadap rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tengah dikaji, termasuk potensi peningkatan porsi DMO di atas ketentuan yang berlaku saat ini.

“Ke depan kita mau revisi RKAB, DMO-nya mungkin bukan hanya 25 persen, bisa lebih dari itu. Kepentingan negara di atas segala-galanya,” ujar Bahlil.

Bahlil Soroti Permainan Pelaku Usaha Tambang

Menurut Bahlil, sejumlah pelaku usaha tambang batu bara masih belum disiplin dalam memenuhi kewajiban mereka. Ia bahkan menyinggung adanya praktik tidak jujur atau penyimpangan dalam pemenuhan DMO yang dilakukan oleh sebagian pihak. Meski tidak merinci modus yang digunakan, Bahlil menegaskan komitmennya untuk memperketat pengawasan di lapangan.

“Di undang-undang yang baru ini, dia [pengusaha] penuhi DMO dulu baru ekspor. Abuleke [tukang tipu] juga sebagian ini. Aku tahu ini, ada main-main. Dirjen sudah saya kasih tahu, dirjen jangan main-main,” tegasnya.

Aturan DMO Batu Bara Masih Berlaku 25 Persen

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 399.K/MB.01/MEM.B/2023 yang merupakan perubahan atas Kepmen ESDM Nomor 267.K/MB.01/MEM.B/2022, pemerintah menetapkan bahwa setiap perusahaan batu bara wajib menyalurkan minimal 25 persen dari hasil produksinya untuk pasar domestik.

Ketentuan ini berlaku bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) tahap operasi produksi, izin usaha pertambangan khusus (IUPK), perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) tahap operasi produksi, serta IUPK yang merupakan kelanjutan dari kontrak atau perjanjian sebelumnya.

Kewajiban DMO tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, termasuk pasokan batu bara bagi pembangkit listrik yang dikelola PT PLN (Persero) dan bahan bakar industri dalam negeri. Dalam aturan itu, harga jual batu bara DMO untuk PLN masih dipatok sebesar US$70 per metrik ton dan belum mengalami perubahan sejak kebijakan tersebut diterapkan.

Ketimpangan Realisasi DMO Antara BUMN dan Swasta

Langkah pemerintah untuk meninjau ulang porsi DMO dinilai penting, mengingat tingginya ketergantungan sektor kelistrikan nasional terhadap batu bara sebagai sumber energi utama. Dalam beberapa tahun terakhir, fluktuasi harga batu bara dunia serta ketidakseimbangan pasokan antara perusahaan BUMN dan swasta kerap memicu persoalan di hilir, seperti ancaman defisit pasokan untuk PLN maupun kenaikan biaya produksi industri.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Ramson Siagian, mengkritisi adanya ketidakseimbangan dalam realisasi DMO antara perusahaan tambang milik negara dan perusahaan swasta. Ia menyebutkan bahwa PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebagai perusahaan pelat merah telah menyalurkan pasokan batu bara ke pasar domestik jauh di atas ketentuan, sementara banyak perusahaan swasta justru belum memenuhi kewajiban minimal 25 persen.

“Kami dapat data dari PTBA mereka sampai sekitar 55 persen untuk DMO, tapi dari perusahaan tambang yang lain tidak penuhi 25 persen. Artinya, dari kebijakan pemerintah itu 25 persen untuk DMO, tetapi faktanya enggak seimbang,” ungkap Ramson.

Dorongan Penegakan Aturan yang Lebih Tegas

Kondisi tersebut, lanjut Ramson, menunjukkan perlunya langkah tegas dari pemerintah agar implementasi kebijakan DMO dapat berjalan secara adil dan konsisten. Tanpa pengawasan yang ketat, ketimpangan ini bisa merugikan negara, khususnya dalam menjamin keberlanjutan pasokan energi untuk kebutuhan domestik.

Pemerintah pun dinilai perlu melakukan peninjauan ulang terhadap mekanisme distribusi dan pengawasan pelaksanaan DMO, agar tidak ada celah bagi perusahaan yang berupaya menghindar dari kewajiban tersebut. Di sisi lain, penyesuaian porsi DMO menjadi lebih besar juga harus memperhitungkan kondisi pasar global serta keseimbangan antara kepentingan ekspor dan kebutuhan nasional.

Menjaga Kedaulatan Energi dan Stabilitas Pasokan

Rencana Bahlil untuk menaikkan porsi DMO lebih dari 25 persen sekaligus menjadi sinyal bahwa pemerintah berupaya menjaga ketahanan energi nasional di tengah dinamika pasar global yang fluktuatif. Dengan memastikan pasokan batu bara domestik yang mencukupi, pemerintah berharap dapat menstabilkan pasokan listrik nasional dan menekan risiko kenaikan harga energi di dalam negeri.

Langkah itu juga sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memperkuat kedaulatan energi serta mengutamakan kepentingan nasional di atas keuntungan ekspor. Dalam konteks jangka panjang, kebijakan tersebut diharapkan mampu menciptakan sistem distribusi energi yang lebih berkeadilan, serta memastikan setiap pelaku usaha tambang menjalankan tanggung jawab sosial dan ekonominya terhadap negara.

Dengan dorongan kuat dari Kementerian ESDM, pengawasan yang lebih ketat, serta dukungan DPR RI, kebijakan peningkatan porsi DMO diyakini dapat memperkuat fondasi sektor energi Indonesia di masa mendatang. Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan kepentingan industri, kebutuhan domestik, serta keberlanjutan ekonomi nasional agar pasokan batu bara tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index