Kementan

Kementan Siapkan Ekosistem Peternakan Nasional untuk Stabilisasi Harga Telur

Kementan Siapkan Ekosistem Peternakan Nasional untuk Stabilisasi Harga Telur
Kementan Siapkan Ekosistem Peternakan Nasional untuk Stabilisasi Harga Telur

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) tengah mengambil langkah serius untuk menstabilkan harga telur ayam ras yang belakangan ini merangkak naik di berbagai daerah. 

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan, pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi lonjakan harga tersebut. Salah satu langkah konkret yang segera dilakukan yakni memanggil para pengusaha telur untuk duduk bersama mencari solusi yang tepat.

“Kami akan panggil perusahaan-perusahaan besar [telur ayam ras] untuk mengintervensi harga telur ayam,” ujar Amran.

Langkah tersebut menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam menjaga kestabilan harga pangan, khususnya komoditas telur ayam yang menjadi salah satu sumber protein utama masyarakat. Amran menilai, intervensi dari sektor industri dan peternak diperlukan agar produksi serta distribusi telur tetap terkendali di tengah meningkatnya permintaan.

Dorong Produksi Peternak dan Penguatan DOC

Selain langkah pemanggilan pengusaha, Kementan juga berencana meningkatkan produksi anak ayam berumur satu hari (day old chick/DOC) hingga tingkat bibit ayam buyut (grand parent stock/GPS). Langkah ini dinilai strategis untuk memperkuat pasokan di hulu, sehingga ketersediaan telur di pasar tidak terganggu.

“Kami dorong peternak supaya berproduksi. Ini kesempatan peternak untuk bangkit. Kan banyak peternak merugi sebelumnya. Nah, ini kesempatan, inilah dampak positif daripada program makan bergizi gratis (MBG),” ucapnya.

Menurut Amran, peningkatan produksi di hulu tidak hanya membantu menekan harga telur di pasaran, tetapi juga memberikan momentum bagi peternak kecil untuk memulihkan usaha mereka setelah periode kerugian akibat fluktuasi harga.

Bangun Ekosistem Peternakan Terpadu Mulai 2026

Untuk jangka panjang, pemerintah menyiapkan langkah besar dengan membangun ekosistem peternakan ayam nasional mulai Januari 2026. Ekosistem ini akan berfungsi menjaga stabilitas harga pakan dan DOC agar tetap terjangkau bagi peternak.

“Selama ini harga naik turun, kasihan peternakan kecil. Kadang harga [telur] jatuh sampai Rp18.000 per kilogram. Jadi nanti ekosistem ini yang akan mengontrol harga agar menguntungkan peternak kecil, tapi juga tidak membebani konsumen,” jelas Amran.

Pemerintah juga akan melibatkan badan usaha milik negara (BUMN) di sisi hulu untuk memperkuat sistem produksi. Integrasi akan mencakup seluruh rantai pasok mulai dari pabrik pakan, penyediaan DOC, vaksinasi, hingga mekanisme off-taker atau penyerapan hasil produksi.

“Insya Allah ke depan harga stabil, peternak tidak rugi. Itu yang kami jaga. Kemarin ada salah paham, dikira kami hanya membangun peternakan kecil. Padahal yang sudah ada juga akan kami kembangkan,” imbuhnya.

Amran menambahkan, keberadaan ekosistem ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk menjaga harga ayam petelur dan ayam pedaging di tingkat peternak, sekaligus menekan fluktuasi harga di tingkat konsumen.

Kebutuhan Program MBG Dorong Permintaan Telur

Selain untuk menstabilkan harga, peningkatan produksi ayam dan telur juga diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) yang menjadi salah satu prioritas nasional. Program ini membutuhkan pasokan telur yang besar untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama anak-anak sekolah.

Kementan ingin memastikan bahwa pelaksanaan program MBG tidak menimbulkan tekanan harga di pasar. Dengan memperkuat rantai pasok dari hulu hingga hilir, pemerintah berharap permintaan tinggi dari program ini tidak menimbulkan lonjakan harga baru.

Data BPS Ungkap Kenaikan Harga Telur Nasional

Sementara itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata harga telur ayam ras secara nasional memang telah berada di atas harga acuan penjualan (HAP) pada pekan pertama November 2025. Harga acuan telur ayam ras seharusnya berada di level Rp30.000 per kilogram, namun kini naik menjadi Rp31.546 per kilogram, atau meningkat sekitar 0,33 persen dibandingkan Oktober 2025.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, fenomena kenaikan harga tersebut dipicu oleh meningkatnya permintaan telur di berbagai daerah, sementara stok di pasar relatif berkurang.

“Telur ayam ras mengalami kenaikan indeks perubahan harga (IPH) di 43,33 persen wilayah di Tanah Air,” kata Amalia.

Bahkan, beberapa wilayah mencatat lonjakan harga yang cukup tajam. Kabupaten Mamberamo Tengah menjadi daerah dengan harga tertinggi, mencapai Rp100.000 per kilogram, disusul Kabupaten Puncak Jaya dan Intan Jaya masing-masing Rp90.000 per kilogram. Sebaliknya, harga terendah tercatat di beberapa daerah dengan rata-rata sekitar Rp23.300 per kilogram.

Langkah Pemerintah Jaga Keseimbangan Harga

Melalui kebijakan ini, Kementan berupaya membangun keseimbangan antara kepentingan peternak dan konsumen. Di satu sisi, pemerintah ingin memastikan peternak kecil tetap mendapatkan keuntungan layak; di sisi lain, harga di tingkat konsumen juga tidak melambung terlalu tinggi.

Amran meyakini, dengan dukungan lintas kementerian, dunia usaha, dan peternak rakyat, upaya menjaga stabilitas harga telur akan berjalan efektif. “Kami ingin sistem ini menguntungkan semua pihak, bukan hanya pengusaha besar, tetapi juga peternak kecil dan masyarakat,” tegasnya.

Dengan berbagai langkah tersebut, pemerintah berharap ke depan harga telur ayam dapat stabil, rantai pasok menjadi efisien, dan masyarakat bisa mendapatkan produk bergizi dengan harga yang terjangkau.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index