JAKARTA - Upaya memperkuat struktur pasokan emas nasional kembali menjadi perhatian setelah rencana pemerintah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk komoditas emas mulai dibahas secara intensif.
Di tengah dinamika tersebut, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam menegaskan kesiapan untuk mengikuti pengaturan baru, seraya menunggu keputusan pemerintah terkait besaran kewajiban pasok maupun harga khusus dalam negeri. Bagi Antam, kebijakan DMO emas bukan hanya soal kewajiban memasok, tetapi juga soal kepastian usaha yang adil bagi seluruh pelaku industri.
Corporate Secretary Division Head Antam, Wisnu Danandi Haryanto, menjelaskan bahwa perusahaan menaruh harapan besar agar kebijakan yang diambil pemerintah dapat mempertimbangkan kondisi nyata industri emas nasional. Ia menilai pentingnya keseimbangan antara kebutuhan pasar domestik, kapasitas produksi, serta kesehatan industri secara keseluruhan.
“Antam siap menaati kebijakan tersebut sesuai arahan pemerintah,” ujar Wisnu.
Wisnu mengatakan bahwa perusahaan menghargai setiap upaya pemerintah untuk menciptakan mekanisme yang berkeadilan. Menurutnya, penetapan DMO nantinya harus mampu memberikan kepastian usaha bagi penambang maupun pengolah emas dalam negeri. “Antam mendukung pengaturan yang transparan dan berkeadilan bagi semua pihak dalam rantai pasok emas nasional,” tuturnya.
Di balik itu, Antam juga menilai kebijakan DMO idealnya terintegrasi dengan ketentuan perpajakan dan tata niaga emas sehingga implementasinya dapat berjalan maksimal. Wisnu menambahkan bahwa DMO emas dapat menjadi momentum penting dalam memperkuat pasokan logam mulia dari sumber domestik, sekaligus meningkatkan ketersediaan emas bagi kebutuhan masyarakat.
“Antam memandang bahwa penyesuaian kebijakan yang selaras antara komoditas emas dan logam mulia lainnya, termasuk perak, akan memperkuat keberlanjutan industri logam mulia nasional secara menyeluruh," ujar Wisnu. “Dengan demikian, kebijakan yang terpadu diharapkan mampu mendukung pertumbuhan sektor ini secara berkeadilan dan berdaya saing.”
Suara Pelaku Tambang Mengenai Harga dan Mekanisme
Di sisi lain, para pelaku pertambangan memberikan catatan tersendiri terkait wacana DMO emas. Mereka menekankan bahwa penetapan harga tidak boleh mengabaikan kondisi pasar global. Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menjelaskan bahwa harga jual DMO seyogianya tetap mengikuti harga internasional agar tidak menekan pelaku usaha.
Hendra juga menyinggung perlunya kejelasan aturan jika kebijakan DMO diterapkan bersamaan dengan mekanisme financial adjustment tax (FAT). Menurutnya, kedua kebijakan yang berjalan serentak harus memiliki koridor jelas agar tidak menimbulkan ketidakpastian.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono menegaskan bahwa skema DMO emas tidak seharusnya menggunakan harga patokan pemerintah (DPO). Ia menilai harga pasar tetap menjadi rujukan paling adil bagi penjual maupun pembeli.
Sudirman memandang penerapan DMO emas akan efektif hanya jika transaksi jual beli emas domestik mengikuti harga pasar global. Dengan begitu, ekosistem bisnis yang terbentuk dapat memberi keuntungan yang proporsional bagi semua pihak. “Skema itu juga akan menciptakan keadilan bagi semua pihak; termasuk bagi Antam sebagai pembeli utama emas domestik, maupun bagi perusahaan tambang lain yang menjadi sasaran DMO,” jelasnya.
Situasi Pasokan Emas Nasional Saat Ini
Pemerintah mulai mengkaji skema DMO emas di tengah tantangan pasokan emas dalam negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Kondisi ini membuat Antam masih mengimpor sekitar 30 ton emas per tahun dari Singapura dan Australia. Produksi emas Antam sendiri relatif kecil, hanya sekitar 1 ton per tahun dari tambang Pongkor.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa kajian DMO emas dilakukan secara hati-hati. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat bersifat sementara, terutama selama produksi PT Freeport Indonesia (PTFI) belum pulih setelah insiden longsor di tambang Grasberg Block Cave (GBC).
Tri mengungkapkan bahwa sebenarnya Antam telah memiliki perjanjian pembelian 30 ton emas per tahun dari Freeport untuk memenuhi kebutuhan normal. Namun, gangguan produksi membuat pasokan itu tidak dapat dipenuhi sehingga diperlukan langkah darurat untuk menjaga ketersediaan emas di pasar domestik.
“Cuma kalau misalnya nanti ada DMO, seandainya ada DMO, nanti kalau misalnya sananya beroperasi seperti apa. Jangan sampai juga terus malah numpuk,” kata Tri.
Pemerintah juga menyiapkan evaluasi terhadap kebijakan ekspor Antam, termasuk mekanisme pajak ekspor-impor. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan ketergantungan pada emas impor sekaligus menjaga pasokan domestik tetap stabil.
Harapan terhadap Formulasi Kebijakan yang Berimbang
Situasi industri emas nasional menunjukkan bahwa perumusan DMO emas tidak hanya berkaitan dengan alokasi pasokan, tetapi juga tentang memastikan ekosistem yang berkelanjutan bagi pelaku hulu hingga hilir. Antam menilai kebijakan tersebut berpotensi memperkuat rantai pasok logam mulia, namun hanya jika disusun secara transparan, adil, dan mempertimbangkan kebutuhan seluruh pihak.
Dengan berbagai catatan dari pelaku industri dan pertimbangan pemerintah, implementasi DMO emas menjadi salah satu pengaturan paling strategis dalam menjaga stabilitas pasokan sekaligus mendukung pengembangan industri logam mulia nasional. Antam sendiri menegaskan komitmennya untuk menaati seluruh aturan pemerintah, sembari berharap formulasi kebijakan yang diputuskan mampu menciptakan kondisi usaha yang sehat dan berdaya saing.