Kemendes

Kemendes Tegaskan Peran Pendamping Desa dalam Wujudkan Ketahanan Iklim

Kemendes Tegaskan Peran Pendamping Desa dalam Wujudkan Ketahanan Iklim
Kemendes Tegaskan Peran Pendamping Desa dalam Wujudkan Ketahanan Iklim

JAKARTA - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) menegaskan kembali pentingnya keberadaan tenaga pendamping profesional (TPP) atau pendamping desa dalam memastikan terlaksananya Program Desa Berketahanan Iklim.

Penguatan kualitas pendamping ini disebut menjadi unsur yang sangat krusial dalam membangun desa yang mampu menghadapi perubahan iklim, ancaman bencana, hingga persoalan ketahanan pangan di wilayah pedesaan.

Penegasan tersebut disampaikan Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) Ahli Utama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendes PDT, Hasnan Ma’ani, dalam lokakarya bertema Pemanfaatan PKD-ID untuk Perencanaan Program Pembangunan Desa Berketahanan Iklim dan Bencana, yang diikuti secara daring dari Jakarta, Kamis. Ia menyampaikan bahwa peran pendamping desa tidak hanya administratif, tetapi menyentuh proses perencanaan strategis berbasis partisipasi masyarakat.

Hasnan menekankan bahwa melalui mekanisme pendampingan dan perencanaan partisipatif, pendamping desa menjadi pihak utama yang memastikan isu-isu adaptasi iklim, bencana, dan ketahanan pangan tertuang secara jelas dalam dokumen perencanaan pembangunan desa. Tanpa peran tersebut, menurutnya, kebijakan pembangunan bisa berjalan tanpa arah atau tidak menyentuh kebutuhan lingkungan dan masyarakat secara menyeluruh.

Pemetaan Risiko Iklim sebagai Langkah Awal Strategis

Dalam pemaparannya, Hasnan menjelaskan bahwa tahapan awal penyusunan dokumen pembangunan desa yang berorientasi pada ketahanan iklim dilakukan melalui proses identifikasi risiko dan dampak iklim. Tahapan ini menjadi salah satu tugas utama pendamping desa di lapangan.

"Tahapan penyusunan dokumen pembangunan desa yang iklim dimulai dari identifikasi risiko dan dampak iklim. Ini yang dilakukan oleh kawan-kawan TPP," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa identifikasi risiko ini harus dilakukan secara rinci agar desa memahami ancaman dan potensi kerentanan wilayahnya terhadap fenomena perubahan iklim. Hasil pemetaan tersebut kemudian menjadi dasar untuk merancang program yang relevan, efektif, dan berkelanjutan untuk masyarakat setempat.

Selain itu, proses sosialisasi terkait risiko iklim di tingkat desa juga penting untuk memastikan bahwa pemerintah desa maupun masyarakat memahami alasan dan urgensi dari setiap kebijakan berbasis ketahanan iklim. Pendamping desa, menurut Hasnan, memegang peran sentral dalam menyampaikan informasi tersebut secara mudah dipahami.

Integrasi Ketahanan Iklim dalam Dokumen Perencanaan

Hasnan juga menyoroti pentingnya hasil identifikasi risiko iklim diintegrasikan ke dalam dokumen resmi desa, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Tanpa masuk ke dua dokumen perencanaan tersebut, program dan kegiatan yang berkaitan dengan ketahanan iklim tidak dapat dilaksanakan secara legal maupun dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Ia menegaskan bahwa seluruh rencana yang telah dirumuskan harus melalui Musyawarah Desa (Musdes) sebagai bagian dari proses formal dalam pengambilan keputusan.

“Apapun kegiatannya, kalau tidak dibahas di Musdes, tidak yakin itu bisa teranggarkan. Karena itu, pendamping desa harus aktif memfasilitasi tahapan Musdes,” katanya.

Pentingnya proses musyawarah tersebut bukan hanya untuk memastikan kegiatan bisa masuk APBDes, tetapi juga untuk menciptakan transparansi, partisipasi, dan dukungan dari masyarakat desa.

Penguatan Monitoring dan Evaluasi Program Desa

Lebih lanjut, Hasnan menekankan bahwa pendamping desa juga bertugas melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap berbagai program pembangunan desa. Monev diperlukan agar pelaksanaan kegiatan tetap berada dalam jalur yang selaras dengan prinsip ketahanan iklim dan pemberdayaan masyarakat.

“Seorang TPP harus mampu memberikan fasilitasi proses perubahan perilaku dan sosial, menguatkan kapasitas individu maupun kelembagaan di desa,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pendamping desa tidak hanya mengawal program secara teknis, tetapi juga sebagai fasilitator yang berperan membawa perubahan positif pada perilaku masyarakat, meningkatkan kesadaran lingkungan, serta memperkuat kemampuan lembaga desa dalam merespons berbagai ancaman terkait iklim.

Harapan Kemendes untuk Desa Tangguh Iklim

Melalui peran strategis pendamping desa, Kemendes PDT berharap seluruh desa di Indonesia dapat mengintegrasikan aspek ketahanan iklim ke dalam seluruh proses pembangunan. Upaya ini dianggap penting mengingat banyak desa menghadapi risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, angin kencang, hingga perubahan pola musim yang berdampak pada pertanian dan ketahanan pangan.

Kemendes menilai bahwa keterlibatan pendamping desa dalam seluruh tahapan, mulai dari identifikasi risiko, perencanaan, penganggaran, hingga evaluasi program, menjadi fondasi bagi desa-desa untuk lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim di masa depan. Pendekatan ini juga diharapkan memperkuat kemampuan masyarakat desa dalam membangun ketahanan berbasis kemandirian dan pemanfaatan sumber daya lokal.

Dengan terus memperkuat kapasitas pendamping desa dan mendorong perencanaan pembangunan berbasis ketahanan iklim, Kemendes berharap terwujudnya desa-desa yang lebih adaptif, resilien, serta berdaya dalam menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin kompleks.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index