Komdigi

Komdigi Tegaskan Pengetatan Penjualan SIM untuk Tekan Penipuan Digital

Komdigi Tegaskan Pengetatan Penjualan SIM untuk Tekan Penipuan Digital
Komdigi Tegaskan Pengetatan Penjualan SIM untuk Tekan Penipuan Digital

JAKARTA — Di tengah melonjaknya kasus penipuan digital yang memanfaatkan panggilan dan pesan melalui nomor seluler, perhatian publik kini tertuju pada upaya pemerintah memperketat tata kelola penjualan kartu SIM. 

Kemudahan memperoleh kartu SIM prabayar, yang selama ini dianggap membuka ruang terjadinya penyalahgunaan identitas, menjadi alasan utama pemerintah memperbarui aturan distribusi untuk operator seluler di seluruh Indonesia.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyampaikan bahwa pengetatan regulasi menjadi langkah mendesak untuk mencegah semakin meluasnya tindakan kriminal berbasis digital. Melalui unggahan resmi di akun Instagram Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, pemerintah menegaskan sedang menyiapkan aturan khusus yang mengikat seluruh operator terkait tata cara penjualan kartu SIM.

Rencana Pemerintah Memperkuat Pengawasan Penjualan Kartu SIM

Dalam penjelasannya, Meutya Hafid mengungkapkan bahwa penyusunan regulasi baru sudah masuk tahap konsultasi publik. Langkah ini dilakukan agar berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pelaku industri, memahami arah pengetatan tersebut.

“Selama ini sebagian besar SIM card dijual terlalu bebas,” tulis Meutya dalam unggahan tersebut. Pernyataan itu menyoroti kenyataan bahwa kartu SIM bisa diperoleh dengan sangat mudah, bahkan tanpa validasi identitas yang memadai, sehingga berpotensi dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab.

Sebagai bagian dari langkah awal, Komdigi telah memanggil tiga operator seluler besar—Telkomsel, Indosat, dan XLSMART—untuk membahas tanggung jawab mereka dalam menekan maraknya penipuan digital. Meutya menilai operator merupakan garda terdepan dalam memastikan proses registrasi pelanggan berjalan sesuai aturan.

“Mereka [operator seluler] yang berkewajiban mengatasi ini,” ujarnya menegaskan.

Rencananya, setelah seluruh proses konsultasi dan harmonisasi aturan selesai, Kementerian akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) yang mengikat operator dalam kewajiban memverifikasi setiap pembelian kartu SIM berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Aturan ini akan memastikan bahwa setiap kartu SIM yang beredar dapat ditelusuri pemiliknya secara legal.

Keluhan Publik atas Meningkatnya Panggilan Penipuan

Sorotan pemerintah terhadap isu ini bukannya tanpa alasan. Keluhan masyarakat terkait membludaknya panggilan spam dan nomor tak dikenal semakin sering muncul di media sosial. Dalam satu unggahan yang dikutip oleh Meutya Hafid, seorang pengguna menceritakan pengalamannya menerima hingga 15 panggilan penipuan dalam satu hari.

Dia menegaskan bahwa hanya nomor dari satu operator tertentu yang mengalami gangguan tersebut, sementara nomor dari operator lain tidak bermasalah.

“Nomor lain yang saya gunakan tidak mendapat telepon spam. Saya pengguna setia, selama satu dekade ini, loh,” tulis akun tersebut.

Kesaksian tersebut mencerminkan keresahan publik yang selama ini merasa menjadi sasaran empuk para penipu digital. Banyak di antara mereka menerima panggilan atau pesan yang mengaku dari bank, perusahaan e-commerce, bahkan instansi pemerintah, padahal semuanya palsu.

Maraknya Penipuan Digital Menjadi Alarm Serius

Situasi penipuan digital di Indonesia memang tengah memasuki fase kritis. Komdigi mencatat hingga pertengahan 2025 terdapat sekitar 1,2 juta laporan penipuan digital yang masuk ke Sistem Pengaduan Publik Nasional.

Angka itu diperkuat laporan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) yang menerima 299.237 laporan penipuan online hanya pada Oktober 2025 saja. Total kerugian bahkan melampaui Rp7 triliun.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Pasti turut mengungkapkan bahwa sepanjang 2025 terdapat lebih dari 297.000 laporan korban penipuan online. Tingginya jumlah korban ini menunjukkan bahwa pelaku semakin kreatif memanfaatkan celah keamanan pada sistem digital, termasuk penggunaan nomor seluler tidak terdaftar dengan identitas palsu.

Pengetatan Aturan Dianggap Jadi Langkah Krusial

Dengan meningkatnya laporan penipuan digital, aturan pengetatan distribusi kartu SIM dipandang banyak pihak sebagai upaya preventif yang signifikan. Kewajiban pencocokan NIK dan validasi identitas pada saat pembelian kartu SIM diyakini akan membuat pelaku kejahatan lebih sulit menyembunyikan identitas saat menjalankan aksinya.

Selain itu, aturan baru yang disiapkan Komdigi juga dinilai dapat mengurangi praktik penjualan kartu SIM praregistrasi yang selama ini kerap ditemukan di pasaran. Dengan pemantauan yang lebih ketat, operator seluler akan terdorong untuk melakukan verifikasi ketat sebelum mengaktifkan layanan bagi pengguna baru.

Langkah ini pun diprediksi akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital, terutama ketika penggunaan telepon seluler terus meningkat sebagai sarana verifikasi login, transaksi keuangan, hingga komunikasi resmi.

Harapan Terhadap Regulasi Baru

Pemerintah berharap aturan yang sedang dirancang dapat menjadi titik balik dalam upaya memberantas penipuan digital. Jika implementasinya berjalan efektif, masyarakat tidak lagi dibanjiri panggilan spam atau pesan penipuan yang mengatasnamakan berbagai institusi.

Pengetatan distribusi kartu SIM diharapkan tidak hanya melindungi pengguna, tetapi juga memperkuat ekosistem digital nasional secara keseluruhan. Sebab, dalam era digitalisasi yang semakin pesat, keamanan identitas dan data pribadi menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan layanan digital.

Dengan regulasi baru yang sedang disiapkan dan meningkatnya kesadaran operator seluler atas tanggung jawab mereka, publik berharap penipuan digital dapat ditekan secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index