JAKARTA - Dalam langkah yang tak terduga namun menuai banyak pujian, Bupati Flores Timur, Antonius Doni Dihen dan wakilnya, Ignasius Boli Uran, telah memutuskan untuk menolak penggunaan kendaraan dinas baru. Keputusan ini diambil dalam semangat untuk mengutamakan kepentingan warga yang lebih mendesak, terutama bagi mereka yang terkena dampak bencana alam serta dalam upaya memperbaiki infrastruktur yang rusak.
Komitmen Sejak Awal
Langkah ini diumumkan setelah rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Flores Timur pada 7 Maret. Antonius Dihen, yang lebih akrab disapa Anton, menyatakan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai aspek serta mendengarkan keluhan dan kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak.
"Kendaraan lama masih cukup layak untuk digunakan dalam kegiatan operasional kami," ujar Anton dalam sebuah pernyataan video yang diperoleh oleh Floresa. "Kami lebih memilih mengalokasikan anggaran untuk hal-hal yang lebih diperlukan oleh masyarakat, seperti perbaikan infrastruktur dan bantuan untuk para korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki."
Pengalokasian Anggaran yang Lebih Efektif
Pembelian dua unit kendaraan dinas tersebut, yang masing-masing bermerek Toyota Fortuner, telah menyedot anggaran sebesar Rp1,32 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain untuk kedua pemimpin tersebut, pemerintah daerah juga membeli mobil dinas baru untuk Ketua DPRD dan dua wakilnya, menelan total anggaran sebesar Rp3,12 miliar.
Keputusan Anton dan Ignasius ini bertujuan untuk memastikan bahwa aset daerah digunakan secara efektif dan efisien. "Badan Keuangan Daerah atau Badan Pengelola Aset Daerah telah diminta untuk menjual kendaraan tersebut dan hasilnya akan digunakan untuk kepentingan masyarakat," jelas Anton.
Kritik dan Respons Terhadap Pembelian Mobil
Tidak semua pihak menyetujui pembelian kendaraan baru ini. Kritik datang dari berbagai elemen masyarakat dan aktivis sosial, yang menilai bahwa langkah tersebut kurang sensitif di tengah bencana yang sedang melanda.
Menurut Herman N. Suparman, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, langkah penolakan penggunaan mobil dinas baru ini sangat bijaksana mengingat kapasitas fiskal daerah yang rendah. "Keputusan ini menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat di tengah kondisi fiskal yang menantang," kata Herman.
Senada dengan Herman, Kanis Soge, Ketua Gerakan Anti Korupsi Flores-Lembata, menilai bahwa penjualan kendaraan dinas adalah langkah strategis yang tepat. "Langkah ini perlu diawasi dengan ketat untuk memastikan tidak ada penyelewengan atau manipulasi di dalam prosesnya," katanya.
Tantangan ke Depan
Meski pemerintah daerah telah mengambil langkah untuk menjual kendaraan baru, proses ini memerlukan pengawasan ketat dan transparansi. Penjualan kendaraan ini harus melalui mekanisme penjualan aset daerah yang sudah ditetapkan. Ada kekhawatiran bahwa tanpa pengawasan yang baik, mungkin saja hasil penjualan tidak akan sepenuhnya dialokasikan untuk kepentingan warga.
Lebih jauh, kritik juga diajukan kepada Ketua DPRD dan dua wakilnya yang tetap memilih menggunakan kendaraan baru tersebut. "Merupakan tindakan yang tidak memiliki empati apabila pimpinan DPRD tetap menggunakan kendaraan baru di tengah penderitaan yang dialami warga," tegas Kanis.