Wamenkum Tegaskan RUU Hukum Acara Perdata Masuk Prolegnas

Jumat, 21 November 2025 | 08:19:23 WIB
Wamenkum Tegaskan RUU Hukum Acara Perdata Masuk Prolegnas

JAKARTA - Pembahasan mengenai penyempurnaan regulasi di bidang hukum kembali menjadi perhatian pemerintah. Melalui berbagai forum akademik hingga konsultasi lintas lembaga, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata kini resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026. 

Penegasan tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej dalam Konferensi Nasional Hukum Acara Perdata VIII yang digelar di Jakarta. Langkah ini memperlihatkan komitmen pemerintah dalam menghadirkan aturan hukum acara perdata yang relevan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat masa kini.

Wakil Menteri yang akrab disapa Eddy itu menjelaskan bahwa proses pembahasan RUU nantinya akan melibatkan masukan publik, terutama dari kalangan akademisi. Dalam penjelasannya, ia menyebut bahwa Komisi III DPR RI pasti akan mengundang para pakar untuk memberikan pandangan, koreksi, dan saran penyempurnaan terhadap materi yang telah disusun. Dengan demikian, penyusunan RUU tidak hanya menjadi ruang birokrasi, tetapi juga forum terbuka bagi dunia akademik untuk berkontribusi secara langsung.

Perkembangan Teknologi Dorong Perubahan dalam Regulasi

Dalam kesempatan tersebut, Eddy menyinggung bagaimana perubahan besar dalam hukum acara pidana bisa menjadi contoh bagi proses penyusunan RUU Hukum Acara Perdata. Ia mengungkapkan bahwa UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan telah memuat berbagai aturan dari Mahkamah Agung (MA), termasuk surat edaran yang disusun untuk menjawab perkembangan teknologi modern. Hal serupa, menurutnya, akan menjadi bagian penting dalam pembentukan Kitab UU Hukum Acara Perdata agar mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang hidup dalam era digital.

Penyesuaian regulasi menjadi keharusan karena berbagai aspek kehidupan kini bergantung pada teknologi. Penyelesaian sengketa perdata, seperti penggunaan alat bukti digital dan metode penyampaian dokumen elektronik, menuntut aturan yang lebih mewadahi. Eddy menegaskan bahwa materi yang sudah digunakan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi di bidang hukum acara pidana juga akan menjadi dasar penyusunan substansi perdata.

Tantangan Revolusi Industri Lima Nol dan Dunia Hukum

Ketua Mahkamah Agung Sunarto juga turut memberikan pandangannya mengenai perubahan paradigma hukum yang tengah berlangsung. Menurut Sunarto, revolusi industri 5.0 telah menghasilkan perubahan signifikan hampir di seluruh sektor, termasuk praktik hukum. Kondisi tersebut menciptakan tantangan baru, terutama bagi para dosen dan praktisi hukum, agar mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.

Sunarto mengungkapkan bahwa masih adanya regulasi yang berlapis atau tumpang tindih kerap disebabkan oleh penggunaan aturan warisan kolonial. Meskipun aturan tersebut masih dapat digunakan, ia menyatakan perlunya penyesuaian dengan konstruksi hukum nasional. Dengan demikian, pembaruan hukum acara perdata di era digital menjadi hal yang tidak bisa dihindari jika Indonesia ingin memiliki sistem hukum yang lebih modern dan responsif.

Ia menegaskan bahwa era digital menuntut aturan yang lebih adaptif, terutama dalam aspek teknis penyelesaian perkara di pengadilan. Perubahan ini mencakup bagaimana bukti diajukan, bagaimana proses persidangan digelar, serta bagaimana akses masyarakat terhadap keadilan dapat diperluas melalui teknologi.

Kebutuhan Regulasi Baru dalam Penyelesaian Sengketa Perdata

Dari sisi akademisi, Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Hendri Jayadi Pandiangan menyoroti pentingnya pembaruan hukum perdata dalam konteks sengketa modern. Ia menilai bahwa banyak sengketa keperdataan saat ini melibatkan alat bukti digital, seperti rekaman elektronik, data berbasis cloud, atau dokumen yang tidak lagi bersifat fisik. Oleh karena itu, hukum acara perdata perlu diperbarui agar mampu memberikan kepastian terhadap penggunaan jenis bukti tersebut.

Hendri menyampaikan apresiasinya terhadap langkah pemerintah yang mendorong praktik hukum perdata lebih relevan dengan situasi kekinian. Ia berharap RUU Hukum Acara Perdata dapat segera disahkan agar sistem peradilan memiliki acuan yang selaras dengan perkembangan teknologi dan praktik hukum internasional.

Lebih jauh, ia berharap konferensi nasional yang digelar tidak hanya menjadi forum akademik, tetapi juga sarana memperkuat kolaborasi antara perguruan tinggi dan organisasi yang berkecimpung dalam pengembangan ilmu hukum. Menurutnya, output dari forum tersebut dapat memberikan kontribusi penting dalam pengembangan hukum acara perdata nasional.

Kolaborasi Akademisi dalam Mendorong Pembaruan Regulasi

Ketua Asosiasi Dosen Hukum Perdata (Adhaper) Effa juga menyampaikan pandangannya. Ia sependapat bahwa RUU Hukum Acara Perdata akan menjadi fokus pembahasan penting antara DPR dan pemerintah pada tahun mendatang. Menurut Effa, penyusunan RUU ini merupakan langkah strategis untuk menjawab tantangan zaman, terutama dalam penyelesaian sengketa yang semakin kompleks akibat perkembangan teknologi informasi.

Konferensi nasional yang mengangkat tema Transformasi Hukum Penyelesaian Sengketa dan Cara Berhukum di Era Digital ini menjadi wadah berkumpulnya para dosen hukum perdata dari berbagai universitas. Mereka mengupas beragam isu keperdataan sekaligus memberikan perspektif akademik yang diharapkan dapat memperkaya materi RUU.

Terkini

15 Hp OPPO Terbaru 2025, Harga dan Spesifikasi

Sabtu, 22 November 2025 | 21:33:26 WIB

Top 10 Harga Laptop ASUS 3 Jutaan Terbaik 2025

Sabtu, 22 November 2025 | 21:12:10 WIB

iPad Terbaru 2025: Spesifikasi dan Harganya di Indonesia

Sabtu, 22 November 2025 | 16:04:19 WIB