Harga CPO Terus Menguat Didorong Lonjakan Permintaan Kedelai dari China

Rabu, 19 November 2025 | 15:39:35 WIB
Harga CPO Terus Menguat Didorong Lonjakan Permintaan Kedelai dari China

JAKARTA - Harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) kembali mencatatkan penguatan pada Selasa, 18 No-vember 2025, menandai reli selama empat hari berturut-turut. 

Kenaikan ini dipengaruhi oleh lonjakan permintaan kedelai Amerika Serikat (AS) oleh China, yang memberikan sentimen positif bagi pasar minyak nabati global, termasuk minyak sawit.

Berdasarkan data BMD, kontrak berjangka CPO Desember 2025 naik 58 Ringgit Malaysia menjadi 4.176 Ringgit Malaysia per ton, sementara kontrak Januari 2026 menguat 60 Ringgit Malaysia menjadi 4.201 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak Februari dan Maret 2026 masing-masing naik 58 Ringgit Malaysia menjadi 4.209 Ringgit Malaysia per ton dan 4.213 Ringgit Malaysia per ton. 

Selanjutnya, kontrak April 2026 melesat 62 Ringgit Malaysia menjadi 4.217 Ringgit Malaysia per ton, dan Mei 2026 meningkat 57 Ringgit Malaysia menjadi 4.209 Ringgit Malaysia per ton.

Dikutip dari Trading View, penguatan CPO ini menandai sesi keempat berturut-turut, seiring melonjaknya harga minyak kedelai di Chicago setelah China melakukan pembelian besar-besaran kedelai AS. David Ng, trader di perusahaan Iceberg X Sdn Bhd yang berbasis di Kuala Lumpur, mengatakan, “Kontrak CPO umumnya mengikuti arah pergerakan minyak kedelai global karena keduanya bersaing di pasar minyak nabati.”

Senin lalu, China tercatat membeli sedikitnya 14 kargo kedelai asal AS. Pembelian ini menjadi yang terbesar sejak Januari 2025, sekaligus transaksi paling signifikan pasca pertemuan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping pada Oktober. Lonjakan permintaan ini kemudian mendorong harga minyak kedelai di Dalian meningkat 0,6% untuk kontrak paling aktif, sementara kontrak minyak sawit di pasar yang sama naik 0,39%. Di Chicago Board of Trade, minyak kedelai ZL1! naik 1,37%.

Pergerakan harga CPO sering kali mengikuti tren minyak nabati lain, karena keduanya bersaing dalam pasar global. Lonjakan permintaan kedelai AS memberikan dorongan terhadap minyak sawit, sekaligus memperkuat posisi Malaysia sebagai produsen CPO utama.

Di sisi lain, nilai tukar ringgit, yang menjadi mata uang utama perdagangan minyak sawit, melemah 0,29% terhadap dolar AS. Kondisi ini membuat harga CPO menjadi lebih murah bagi pembeli internasional yang menggunakan dolar, sehingga memberikan daya tarik tambahan untuk ekspor.

Selain faktor permintaan global, kebijakan domestik Malaysia juga turut memengaruhi pergerakan harga. Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) mengumumkan penurunan harga acuan CPO untuk Desember, namun tetap mempertahankan bea ekspor di level 10%. Kebijakan ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas pasar, sekaligus memberikan sinyal kepada pelaku pasar mengenai prospek perdagangan minyak sawit ke depan.

Lonjakan harga CPO ini juga mencerminkan pentingnya pasar Asia, terutama China, sebagai konsumen utama minyak nabati. Pembelian kedelai AS dalam jumlah besar menjadi faktor sentral yang mendongkrak harga minyak sawit, mengingat peran substitusi antara minyak kedelai dan minyak sawit dalam rantai pasok global.

Analis pasar menilai bahwa tren ini menunjukkan sensitivitas CPO terhadap dinamika perdagangan internasional dan fluktuasi harga komoditas lain. Penguatan harga minyak sawit tidak hanya berdampak pada produsen dan eksportir di Malaysia, tetapi juga pelaku industri di Indonesia yang memproduksi dan mengekspor CPO.

Selain faktor eksternal, sentimen pasar lokal juga turut mendukung pergerakan harga. Ekspektasi terhadap permintaan global, kombinasi kebijakan bea ekspor yang stabil, dan kondisi nilai tukar ringgit memberikan dorongan tambahan bagi kontrak berjangka CPO. Dengan kondisi ini, pelaku pasar menilai peluang penguatan harga masih terbuka dalam beberapa sesi mendatang.

Meskipun demikian, para trader tetap mencermati perkembangan geopolitik, kebijakan perdagangan global, serta fluktuasi harga komoditas terkait. Pasar minyak nabati global sangat sensitif terhadap perubahan permintaan dari konsumen utama, seperti China, serta kebijakan pemerintah di negara produsen.

Kenaikan harga CPO empat hari berturut-turut ini menegaskan bahwa faktor eksternal, terutama pembelian kedelai AS oleh China, memiliki pengaruh signifikan terhadap harga minyak sawit. Peristiwa ini menunjukkan bahwa pasar komoditas tidak hanya ditentukan oleh produksi lokal, tetapi juga interaksi kompleks dengan pasar global, nilai tukar, dan kebijakan perdagangan internasional.

Dengan sentimen positif dari permintaan kedelai dan kebijakan ekspor yang stabil, kontrak CPO diproyeksikan tetap menguat dalam jangka pendek, meski volatilitas pasar global tetap menjadi risiko yang harus diwaspadai oleh pelaku pasar. Ke depan, pelaku industri dan trader akan terus memantau perkembangan permintaan global, pergerakan harga minyak nabati lain, dan nilai tukar ringgit untuk menentukan strategi perdagangan dan ekspor.

Terkini

15 Hp OPPO Terbaru 2025, Harga dan Spesifikasi

Sabtu, 22 November 2025 | 21:33:26 WIB

Top 10 Harga Laptop ASUS 3 Jutaan Terbaik 2025

Sabtu, 22 November 2025 | 21:12:10 WIB

iPad Terbaru 2025: Spesifikasi dan Harganya di Indonesia

Sabtu, 22 November 2025 | 16:04:19 WIB