JAKARTA - Indonesia berhasil mencatatkan transaksi perdagangan karbon yang signifikan pada Konferensi Perubahan Iklim ke-30 Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) yang berlangsung di Belém, Brasil.
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan, hingga Senin, 17 November 2025, Paviliun Indonesia mencatat transaksi hampir mencapai Rp7 triliun. Hal ini menunjukkan minat dan partisipasi global yang kuat terhadap perdagangan karbon yang digagas Indonesia.
“Jumlahnya sampai hari ini tercatat oleh kami dari gelaran Paviliun kita tercatat 13,5 juta ton CO2. Ini kalau dirupiahkan harganya mendekati Rp7 triliun, potensi transaksi yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak,” kata Menteri Hanif Faisol Nurofiq di sela-sela COP30.
Nilai transaksi ini terdiri dari 12 juta ton CO2 yang berasal dari basis teknologi, serta 1,5 juta ton CO2 dari sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) dan beberapa sektor pembangkit. Pencapaian ini menjadi indikasi awal bahwa mekanisme pasar karbon Indonesia mulai mendapat pengakuan internasional.
Target Transaksi Karbon Indonesia Selama COP30
Pemerintah menargetkan transaksi karbon hingga 90 juta ton CO2 selama COP30, dengan nilai transaksi yang diharapkan mencapai Rp16 triliun. Untuk mewujudkan target ini, Paviliun Indonesia rutin menggelar sesi Seller Meet Buyer (SMB) setiap hari. Sesi SMB ini berfungsi sebagai forum pertemuan antara penjual karbon, calon pembeli, dan investor, sehingga mendorong transparansi serta percepatan transaksi karbon.
Menteri Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa pemerintah terus mendorong kolaborasi internasional untuk aksi mitigasi perubahan iklim. “Satu pekan ke depan kita masih ingin melakukan kolaborasi dengan pihak lain untuk meningkatkan ambisi dari carbon collection to climate action. Jadi kita mengajak semua berkolaborasi dalam aksi mitigasi yang kemudian dibalut dalam sertifikat karbon,” ujarnya.
Peran Teknologi dan Sektor FOLU dalam Perdagangan Karbon
Transaksi karbon Indonesia didominasi oleh dua segmen utama: teknologi karbon dan sektor FOLU. Basis teknologi mencakup inovasi dan metode pengurangan emisi gas rumah kaca dari berbagai industri, sementara FOLU fokus pada pengelolaan lahan, hutan, dan penggunaan lahan lainnya yang berkontribusi terhadap penyerapan karbon.
“Penjualan 12 juta ton CO2 berasal dari basis teknologi dan 1,5 juta ton CO2 dari sektor FOLU serta beberapa sektor pembangkit. Hal ini menunjukkan pendekatan multi-sektor Indonesia untuk perdagangan karbon,” jelas Menteri Hanif.
Dengan strategi ini, Indonesia tidak hanya menawarkan mekanisme mitigasi emisi yang terukur, tetapi juga membuka potensi ekonomi dari sertifikasi karbon yang dapat menarik investor internasional.
Peningkatan Potensi Ekonomi Karbon
COP30 menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat tata kelola dan integritas kredit karbon. Perdagangan karbon tidak hanya fokus pada penurunan emisi, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi bagi negara. Menteri Hanif menyatakan bahwa pemerintah mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama dalam aksi mitigasi, yang sekaligus membuka peluang investasi dalam skema sertifikat karbon.
“Pemerintah Indonesia terus mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam aksi mitigasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan potensi ekonomi karbon,” tambah Menteri Hanif.
Langkah ini diharapkan dapat menarik minat negara dan perusahaan yang ingin berpartisipasi dalam perdagangan karbon, sekaligus mendukung agenda global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Kolaborasi Internasional dalam Perdagangan Karbon
COP30 menjadi platform strategis bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmen dalam pengelolaan karbon dan mitigasi perubahan iklim. Melalui Paviliun Indonesia, pemerintah mempertemukan pelaku industri, investor, dan lembaga internasional dalam forum SMB.
Forum ini dirancang untuk mempermudah transaksi karbon, sekaligus membangun ekosistem perdagangan karbon yang inklusif dan transparan. Kolaborasi ini diharapkan meningkatkan ambisi mitigasi dari semua pihak dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar karbon global.
Kesimpulan: Momentum Perdagangan Karbon Indonesia
Pencapaian transaksi hampir Rp7 triliun di Paviliun Indonesia menegaskan potensi ekonomi karbon nasional. Dengan strategi berbasis teknologi dan sektor FOLU, serta dukungan forum SMB, Indonesia menunjukkan kesiapan dalam mengoptimalkan perdagangan karbon.
Target transaksi 90 juta ton CO2 senilai Rp16 triliun hingga akhir COP30 menegaskan ambisi Indonesia untuk memimpin aksi mitigasi perubahan iklim sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru.
Ke depan, kerja sama internasional, transparansi mekanisme perdagangan, dan integritas sertifikasi karbon akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam memaksimalkan potensi ekonomi karbon sambil mendukung target global pengurangan emisi gas rumah kaca.