JAKARTA - Upaya pengawasan keuangan negara kembali menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memaparkan capaian penyelamatan keuangan negara pada semester I 2025.
Alih-alih hanya menyoroti angka-angka besar yang disebutkan dalam laporan resmi, sudut pandang baru ini menekankan bagaimana temuan BPK menunjukkan semakin pentingnya penguatan tata kelola di berbagai institusi negara.
Penyelamatan keuangan negara yang mencapai puluhan triliun rupiah tersebut bukan sekadar hasil pemeriksaan, melainkan cerminan kinerja pengawasan yang terus diperbaiki untuk menjaga kredibilitas fiskal dan mendorong efektivitas anggaran pemerintah.
Dalam laporan yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI, BPK menegaskan bahwa peran mereka tidak hanya sebatas memberikan opini terhadap laporan keuangan, tetapi juga mengidentifikasi potensi kerugian, ketidakefisienan, dan penyimpangan yang berpotensi merugikan negara. Pendekatan ini memperkuat gambaran bahwa stabilitas keuangan negara tidak hanya ditentukan oleh kemampuan menghasilkan penerimaan, tetapi juga oleh bagaimana anggaran dikelola secara akuntabel.
Pemaparan Nilai Penyelamatan Keuangan Negara
Ketua BPK Isma Yatun mengungkapkan bahwa sepanjang semester pertama tahun 2025, pihaknya menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp69,21 triliun. “Nilai tersebut terdiri atas pengungkapan permasalahan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp25,86 triliun, serta pengungkapan permasalahan ketidakhematan, ketidakefisiensian, dan ketidakefektifan penggunaan anggaran, terutama pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya, sebesar Rp43,35 triliun,” ujarnya.
Informasi tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar penyelamatan terjadi akibat pemborosan dan ketidakefektifan penggunaan anggaran pada sejumlah lembaga, khususnya BUMN. Temuan itu menegaskan bahwa masih ada ruang besar untuk perbaikan manajemen anggaran, terutama di sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik dan operasional skala besar.
Pada kesempatan yang sama, Isma Yatun menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025 kepada DPR. Dokumen ini memuat rangkuman dari 741 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri atas 701 LHP Keuangan, 4 LHP Kinerja, dan 36 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). Selain memaparkan hasil pemeriksaan, IHPS juga berisi tindak lanjut, pengenaan ganti rugi, hingga laporan investigatif.
Opini WTP dan Pemeriksaan Laporan Keuangan Berbagai Institusi
Di bidang pemeriksaan keuangan, BPK kembali memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2024. Opini yang sama juga diberikan kepada 83 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Sementara itu, dua LKKL lainnya memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Untuk tingkat daerah, BPK memeriksa 545 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dari jumlah tersebut, 491 pemerintah daerah meraih opini WTP, 53 memperoleh opini WDP, dan satu pemerintah daerah mendapatkan opini Tidak Memperoleh Pendapat (TMP). Proporsi yang cukup besar pada opini WTP menunjukkan peningkatan kepatuhan terhadap standar pelaporan, meski masih banyak aspek pengelolaan yang memerlukan perbaikan.
Selain itu, BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap empat laporan keuangan badan lainnya, yaitu Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Badan Pengelola Keuangan Haji Tahun 2024. Seluruh laporan tersebut berhasil meraih opini WTP.
Peran BPK dalam Penguatan Tata Kelola Keuangan Negara
Selain melakukan pemeriksaan rutin, BPK juga mengambil bagian dalam perbaikan tata kelola keuangan negara melalui berbagai langkah strategis. Pada semester I 2025, lembaga ini turut mendukung pemberantasan korupsi lewat penghitungan kerugian negara dengan nilai mencapai Rp71,57 triliun. Peran ini bukan hanya penting dari sisi akuntabilitas, tetapi juga menjadi bagian dari upaya penegakan hukum yang mendorong integritas dalam pengelolaan anggaran negara.
Di sisi lain, BPK juga menyelesaikan permasalahan signifikan terkait isu lintas kementerian, lembaga, dan BUMN atau cross-cutting. Beberapa rekomendasi yang disampaikan berkaitan dengan perbaikan penyusunan Laporan Kinerja Pemerintah Pusat (LKjPP), penguatan pengendalian atas pemanfaatan sisa dana transfer ke daerah, perbaikan formula kompensasi listrik, hingga perbaikan penyaluran subsidi LPG 3 kg.
Rekomendasi-rekomendasi ini menunjukkan bahwa BPK tidak hanya berfokus pada pemeriksaan administratif, tetapi juga mendorong efisiensi dan ketepatan sasaran dalam penggunaan anggaran yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Harapan BPK terhadap Penguatan Sinergi dengan DPR
Menutup laporannya, Isma Yatun menegaskan pentingnya kerja sama dengan DPR untuk memastikan seluruh rekomendasi BPK ditindaklanjuti. “BPK sangat mengharapkan sinergi yang utuh dan komitmen berkelanjutan dari DPR sebagai counterpart utama BPK untuk memantau dan memastikan setiap rekomendasi serta tindak lanjut kerugian negara diselesaikan secara tuntas sesuai dengan kewenangannya.
Dengan semangat ‘BPK Bermartabat dan Bermanfaat’, kami berharap kolaborasi erat antara BPK dan DPR dapat menjadi jangkar kuat dalam mengawal pelaksanaan AstaCita pemerintah,” ujarnya.
Kerja sama antara dua lembaga ini menjadi krusial untuk memastikan bahwa seluruh temuan tidak hanya berhenti pada laporan, tetapi benar-benar berdampak pada perbaikan sistemik. Dengan demikian, penyelamatan keuangan negara yang telah dilakukan dapat menjadi pijakan penting untuk mewujudkan tata kelola yang lebih akuntabel dan berintegritas.