JAKARTA - Pemerintah tengah berupaya memperkuat perlindungan terhadap industri dalam negeri setelah sejumlah sektor strategis mengalami tekanan akibat membanjirnya produk impor.
Enam sektor utama yang terdampak meliputi industri tekstil, baja, elektronik, kosmetik, keramik, dan alas kaki, yang kini menghadapi persaingan ketat dari produk luar negeri yang lebih murah dan masif masuk ke pasar domestik.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti kondisi ini sebagai tantangan serius bagi keberlanjutan sektor manufaktur nasional. Masuknya produk impor jadi secara besar-besaran membuat utilisasi industri dalam negeri menurun dan kapasitas produksi tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menegaskan bahwa derasnya arus barang impor membuat pelaku industri dalam negeri menjadi ragu untuk meningkatkan volume produksi.
“Itu membuat industri di dalam negeri mau produksi banyak berpikir terlebih dahulu. Akhirnya menahan. Harusnya bisa produksi 100, produksi 60 dulu. Takutnya nanti tidak terserap pasar,” ujar Febri.
Impor Jadi Hambatan bagi Daya Saing Industri Nasional
Fenomena banjir impor ini berdampak langsung pada performa sektor industri, terutama dalam menjaga keseimbangan antara permintaan dan kapasitas produksi. Ketika produk impor mendominasi pasar, industri lokal kehilangan ruang untuk bersaing, terutama dari segi harga dan ketersediaan bahan baku.
Menurut Febri, hingga kini baru sektor tekstil yang memiliki pengaturan impor yang jelas. Padahal, sektor lain seperti baja dan elektronik juga membutuhkan payung kebijakan serupa agar tidak semakin tertekan oleh arus produk asing.
Kemenperin menilai penguatan regulasi dan pengawasan impor menjadi langkah mendesak untuk menjaga stabilitas industri nasional. Kebijakan ini diharapkan dapat mengontrol masuknya barang-barang jadi, sekaligus memberikan ruang bagi pelaku industri lokal untuk tumbuh dan berinovasi.
“Membeli produk lokal itu artinya melindungi saudara-saudara kita yang bekerja pada industri itu,” tegas Febri.
Ia juga menambahkan, pemerintah terus mendorong masyarakat untuk lebih mengutamakan penggunaan produk dalam negeri sebagai bentuk dukungan terhadap keberlangsungan industri nasional.
Kemitraan UMKM dan Pedagang Thrifting Jadi Solusi Awal
Dalam konteks menjaga pasar domestik, Kemenperin juga mendukung inisiatif yang digagas oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Kemenkop UKM) untuk menciptakan kemitraan antara pelaku usaha thrifting dan UMKM lokal. Skema ini diharapkan mampu menata ulang peredaran produk pakaian bekas impor yang saat ini cukup mendominasi pasar.
Dengan adanya kemitraan tersebut, pelaku UMKM bisa mendapatkan peluang bisnis baru melalui kolaborasi, sambil tetap menjaga agar produk lokal tetap menjadi prioritas utama di pasar dalam negeri.
Langkah ini sekaligus menjadi upaya untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor jadi, serta memberikan ruang bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk berkembang.
Baja Jadi Fokus Utama Penguatan Pasar Domestik
Salah satu sektor yang paling terdampak banjir produk impor adalah industri baja. Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengungkapkan, pemerintah sedang berupaya memperkuat perlindungan terhadap industri baja nasional sekaligus menarik investasi baru guna memenuhi kebutuhan domestik yang selama ini sebagian besar masih bergantung pada impor.
“Kami sedang memperkuat perlindungan pasar dan menarik investasi baru industri baja guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang saat ini 55 persen masih dipenuhi impor,” kata Faisol.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, hingga tahun 2021 terdapat 562 perusahaan logam dasar (KBLI 24) dan 1.592 perusahaan barang logam bukan mesin dan peralatannya (KBLI 25) yang aktif beroperasi di Indonesia. Namun, produksi nasional belum mampu menutupi tingginya konsumsi baja di pasar domestik.
Faisol menyebut, saat ini terdapat kesenjangan besar antara kapasitas produksi nasional dengan kebutuhan pasar, dan sekitar 55 persen kekurangan pasokan baja tersebut ditutupi oleh impor, mayoritas berasal dari China.
Produksi Baja Nasional Terus Tumbuh, Namun Belum Cukup
Meski menghadapi tekanan impor, produksi baja nasional menunjukkan tren positif dalam lima tahun terakhir. Pada 2024, Indonesia tercatat menempati peringkat ke-14 produsen baja dunia, dengan total produksi mencapai 18 juta ton, meningkat sekitar 110 persen dibandingkan 2019.
Pencapaian tersebut menunjukkan potensi besar industri baja nasional dalam memperkuat ketahanan industri manufaktur Indonesia. Namun, pertumbuhan ini belum cukup untuk menandingi dominasi produsen global seperti China dan India.
Menurut data Asosiasi Baja Dunia (World Steel Association), produksi baja kasar dunia pada 2024 mencapai 1,884 miliar ton, dengan China memproduksi 1,005 miliar ton atau 53,3 persen dari total produksi dunia, disusul India dengan 149,4 juta ton (7,9 persen).
Angka ini menunjukkan betapa besar ketimpangan kapasitas produksi global yang masih menjadi tantangan bagi industri baja di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya memperkuat investasi, modernisasi teknologi, serta peningkatan efisiensi produksi di sektor ini.
Dorongan untuk Cinta Produk Lokal dan Proteksi Industri
Kemenperin berharap berbagai langkah strategis yang dilakukan pemerintah dapat memperkuat daya saing industri dalam negeri, tidak hanya di sektor baja, tetapi juga di seluruh lini industri strategis lainnya.
Kebijakan pengendalian impor, kemitraan dengan UMKM, serta program peningkatan kapasitas produksi diharapkan mampu menumbuhkan ekosistem industri yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan dukungan masyarakat untuk membeli produk lokal, industri nasional dapat terus berkembang dan menciptakan lapangan kerja bagi jutaan tenaga kerja Indonesia.