JAKARTA - Banyak orang mengaitkan rasa asam kopi Arabika dengan sakit lambung setelah minum kopi.
Namun, menurut Head Roaster Koro Roaster, Imam Mal Hakim, stigma ini tidak sepenuhnya benar. Pemicu utama sakit lambung setelah ngopi ternyata lebih berkaitan dengan kadar kafein dalam biji kopi, bukan asam dari kopi Arabika itu sendiri.
Dalam pertemuan di Jakarta Coffee Week 2025, Indonesia Convention Exhibition BSD, Imam menjelaskan bahwa banyak orang menghindari kopi Arabika karena dianggap memicu asam lambung. “Ada stigma yang salah, jadi banyak orang tidak mau minum Arabika karena bikin memicu asam lambung. Tapi menurut data, ada penelitiannya juga, yang memicu asam lambung itu justru kafein,” ujar Imam.
Kafein sebagai pemicu sakit lambung
Salah satu hal yang sering disalahpahami adalah kandungan kafein pada kopi. Imam menekankan bahwa kadar kafein lebih tinggi pada kopi Robusta dibanding Arabika. Sementara rasa kopi Arabika terasa lebih asam, kandungan kafeinnya justru lebih rendah.
Mengutip buku Master Roasting Coffee (2019) karya William Edison, kafein pada kopi Arabika berkisar antara 0,8 hingga 1,4 persen. Sementara kopi Robusta mengandung kafein antara 1,7 hingga 4 persen. Kandungan kafein yang tinggi inilah yang membuat sebagian orang lebih rentan mengalami sakit lambung setelah mengonsumsi kopi Robusta, bukan Arabika.
Akibat salah persepsi tersebut, banyak orang justru memilih Robusta, padahal kopi ini yang lebih berisiko memicu iritasi lambung karena kandungan kafeinnya lebih tinggi. Hal ini menegaskan bahwa hubungan antara rasa asam dan masalah lambung seringkali tidak akurat.
Perbedaan Arabika dan Robusta
Selain kadar kafein, Arabika dan Robusta berbeda dari segi rasa, aroma, dan harga. Kopi Arabika dikenal memiliki cita rasa lebih kompleks dan kaya. Variasi rasa yang ditawarkan Arabika lebih luas, mulai dari manis, lembut, tajam, hingga kecut. Aroma kopi ini juga cenderung semerbak seperti buah-buahan manis.
Di sisi lain, Robusta memiliki rasa yang lebih sederhana dan cenderung seperti bulir jagung. Dari segi harga, Arabika biasanya lebih mahal dibanding Robusta. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk perawatan yang lebih rumit, waktu panen yang lebih lama, dan jumlah buah kopi yang lebih sedikit dibanding Robusta.
Robusta lebih mudah ditanam, lebih tahan lama, cepat dipanen, dan hasil buahnya lebih banyak. Biaya modal juga lebih hemat dan risikonya lebih kecil dibanding Arabika. Faktor-faktor inilah yang membuat harga kopi Arabika lebih tinggi di pasaran.
Mengubah persepsi masyarakat
Menurut Imam, salah kaprah tentang kopi Arabika yang “asam” dan memicu sakit lambung membuat sebagian orang menolak minum Arabika. Padahal, fakta ilmiah menunjukkan bahwa kafein-lah yang paling berperan dalam memicu perih lambung. Dengan memahami hal ini, konsumen dapat membuat pilihan lebih tepat berdasarkan kandungan kafein dan toleransi lambung mereka.
Selain itu, cara penyeduhan juga dapat memengaruhi efek kopi terhadap lambung. Penyeduhan yang lebih ringan atau metode cold brew bisa menurunkan iritasi lambung karena kafein dan senyawa lainnya lebih larut perlahan. Dengan begitu, orang yang sensitif terhadap kopi tetap bisa menikmati Arabika tanpa mengalami masalah lambung serius.
Sakit lambung setelah minum kopi bukan semata-mata karena asam dari biji Arabika, melainkan lebih dipengaruhi oleh kadar kafein, yang justru lebih tinggi pada kopi Robusta. Arabika, meskipun terasa lebih asam, memiliki kandungan kafein lebih rendah sehingga relatif lebih aman bagi lambung.
Selain itu, perbedaan Arabika dan Robusta juga terlihat dari rasa, aroma, harga, dan proses budidayanya. Arabika menawarkan rasa kompleks dan aroma semerbak, tetapi lebih mahal dan membutuhkan perawatan lebih banyak. Robusta lebih sederhana, cepat panen, lebih tahan lama, dan harga lebih terjangkau, namun kandungan kafeinnya lebih tinggi.
Dengan memahami fakta ini, masyarakat dapat menghilangkan stigma salah dan menikmati kopi Arabika dengan lebih nyaman, sambil menyesuaikan jenis kopi yang diminum dengan toleransi lambung masing-masing.